my name is tami...bibeh...titam

Assalammualaikum...wr...wb...
WELCOME :)


Selasa, 26 Oktober 2010

Poker Face Accoustic Version by Pixie Lott

Lagu Lady Gaga yang satu ini memang selalu enak untuk didengar dalam versi apapun. Kalau Lady Gaga sendiri membawakan dengan versinya "Lady Gaga", versi Glee lain lagi. Lagu Poker Face yang dibawakan oleh Lea Michele ft. Idina Menzel lebih slow. Hanya diiringi piano aja udah asik banget tuh lagu.
Nah, kali ini aku nemu satu lagi versi poker face yang lain. Yang satu ini dibawakan secara akustik oleh penyanyi muda asal Inggris Pixie Lott. Seperti dua versi sebelumnya, versi yang akustik ini juga asik banget. Apalagi yang bawain Pixie dengan suaranya yang serak-serak gimana gitu...

Enjoy it, Guys!!!

GLEE - Season Finale Performance "Journey Medley" and "Over The Rainbow"

Watch this guys! I love when they performed here. This is the season 1 finale of Glee ;)




And "Over The Rainbow". Yes, i was crying when i watched this :')



Senin, 25 Oktober 2010

Suka banget sama Halo on walking on sunshine versi Glee yang satu ini

Waktu episode mash-up, pas cowok sama ceweknya ditandingi oleh guru Glee mereka, Will Shcuester, sumpah aku suka banget sama penampilan yang cewek-ceweknya. Mereka ngebawain lagu Halo-nya Beyonce Knowles yang di-mix dengan lagu I'm Walking on Sunshine...

Enjoy it, Guys!

"He Is A..."

“PINGGIR, BAAANG!!!”

Ciiittt… Si sopir angkot yang agak kaget mendengar teriakkan dadakkanku tadi dengan mendadak juga mengerem angkotnya. Aku yang tadinya duduk di pojokan angkot sekarang udah berpindah duduk tepat di belakang si sopir angkot. Ckckck… Aku geleng-geleng kepala. Memang ya sopir angkot jaman sekarang, kalau nge-rem suka nggak ngira-ngira. (Ini yang salah aku apa sopir angkotnya ya? Nah lho?!). Sudahlah, cepat-cepat aku turun dari angkot dan ngasih ongkos ke sopirnya.

Setelah angkot itu menghilang dari hadapanku, aku segera menyeberang jalan menuju gedung tempat les bahasa inggris-ku berada. Aku mengecek jam tanganku. Hah, terlambat lagi… terlambat lagi… Begini kan akibatnya kalau jadi manusia yang hidup dalam prinsip “di situ mau boker, di situ juga baru gali lobangnya” (Idih, kucing kali ya mau boker baru gali lobang. Kalau aku ma ogah!). Maksudnya, begini nih kalau udah tau masuk les jam setengah lima sore tapi berangkat dari rumah jam empat. Padahal jarak rumahku ke tempat les kan memakan waktu sekitar satu jam. Ckckck… Aku geleng-geleng kepala untuk kebegoanku sendiri.

Aku berlari melintasi halaman gedung dan buru-buru menaiki tangga menuju kelasku. Di tempat les-ku ini ada dua lantai. Dan kebetulan kelas aku kali ini berada di lantai dua. Jadi dengan seluruh tenaga yang tersisa aku kuatkan diri ini untuk menaiki anak tangga satu per satu.

Hari ini adalah pertemuan kedua-ku di kelas Conversation 3.3. Aku sudah les di sini sejak aku di level 3.1. Setiap level ada delapan belas kali pertemuan. Seminggunya dua kali. Dan di pertemuan pertama dalam satu minggu biasanya teacher yang mengajar masih teacher lokal alias orang Indonesia asli. Baru deh di pertemuan ke dua dalam satu minggu gurunya yang interlokal alias bule. Macam-macam lho bule yang ngajar di tempatku les ini. Waktu di level 3.1, bule yang ngajari aku dari Inggris. Waktu di level 3.2, bulenya dari Canada. Ada juga yang asli dari Amerika, Australia, etc…

Dari dulu sampai sekarang aku itu terkenal banget sebagai murid yang suka terlambat masuk. Terkadang kakak-kakak yang duduk di resepsionis suka geleng-geleng kepala ngelihat aku datang setelah pelajaran sudah berjalan selama setengah jam. Kalau udah gitu paling aku cuman ngasih cengiran kuda aja sama mereka.

And this time, it’s happening again, again and again… Aku aja udah bosan banget sama kelakuanku yang satu ini. Tapi gimana ya, susah banget mau ngerubahnya. (Memang dasar nggak ada niat nih aku!). Padahal hari ini baru hari keduaku masuk. Dan udah pasti aku bakalan ketemu teaher yang baru. Waduh, mana aku belum tahu lagi siapa teacher-nya. Kalau dapat yang galak gimana? Bisa-bisa aku dilempar lagi dari lantai dua ke bawah. Semoga aja nggak deh!

***

Aku berdiri di depan pintu masih dengan napas ngos-ngosan. Sebelum aku masuk, kusempatkan untuk berkaca sebentar di jendela dekat situ. Oke, penampilanku lumayan. Nggak kacau kok. Walaupun terlambat setidaknya aku bisa ngasih kesan yang bagus lewat penampilan. Ya, nggak sih?

And then… I’m knocking the door.

Tok… tok… tok…

Dan suara berat cowok menyambut ketukan pintu-ku.

“Come in, please!”

Berarti teacher-ku ini seorang cowok. Bisa ditebak dari suaranya. Maka muncul-lah tampangku yang sok dipolos-polosin dari balik pintu.

“Hi, what can I do for you?” Tanya si bule cowok yang jadi teacher-ku di kelas ini.

OH MY GOD!!!

Yap, asli kalau ada lalat yang melintas dihadapanku tuh lalat pasti langsung masuk dengan sukarela ke dalam mulutku yang menganga. Iya, nggak salah lagi. Aku asli menganga dari balik pintu. Oke, tampangku pasti udah nggak sok polos lagi tapi asli bego.

Ini… nggak salah nih yang jadi teacher aku Edward Cullen? Lho, Edward Cullen udah nggak jadi vampir lagi? Apa dia udah beralih profesi jadi teacher sekarang?

Haaaa… cakep banget sih teacher aku yang kali ini. Beneran deh dia mirip banget sama Edward Cullen. Mulai dari postur tubuhnya, rambutnya yang mess, sampai senyumnya pun sumpriiit deh nggak nahanin.

“Hello, Miss! What can I do for you?”

Suaranya yang berat seketika menyadarkanku untuk menutup mulutku yang menganga.

“Oh, emmm… I… I…” Wadaw, gagapku kambuh kena feromon-nya Edward Cullen nih.

“Ah, I know you!” Kata si Cullen tiba-tiba (Memang iya namanya Cullen? Dia kan cuman mirip doang sama si vampir cakep itu).

“You are… Mimi, aren’t you?” tebaknya.

“How did you know that?” Oh, thanks God! Gagapku menghilang.

Dia mengambil absen sebagai jawaban dari pertanyaanku barusan. Jelas dia taulah kalau aku ini Mimi. Karena di absen pasti nama aku yang masih kosong alias belum ditandai olehnya.

“Sit down, please!” si bule mirip Cullen itu mempersilahkan aku untuk duduk. Yes, ini berarti dia nggak marah sama aku.

Dengan tampang yang kembali kupolos-polosin aku masuk ke dalam kelas dan duduk di salah satu bangku yang dekat dengan mejanya. Kalau teacher-nya begini mah nggak boleh dilewatkan untuk duduk dekat-dekat dengannya. Kan setali tiga uang, selain supaya lebih jelas belajarnya aku juga bisa menikmati wajah cakepnya itu dari dekat. Hehehe…

“Oke, Miss Mimi. Tolong jelaskan padaku kenapa kau bisa begitu terlambat?” Tanya si bule ini padaku (tentu saja dalam bahasa inggris).

Mampus deh, aku harus jawab apa ya? Masa sih aku mau jujur bilang kalau “hey Mr. ini mah biasa. Sebelum-sebelumnya aku juga udah sering terlambat kok! Nggak usah heran gitu napa?”. Hahaha… pasti lucu banget kalau aku bilang kayak gitu. Yang ada aku beneran dilempar dia dari atas sini ke bawah. Oke, sepertinya nggak ada cara lain kecuali berbohong mode ON.

“The traffic was so bad, Mr. So, I’m late. I’m sorry.” Jawabku sambil pasang tampang paling bersalah yang aku punya

Dia menaikkan alis matanya kayak nggak percaya gitu sama aku. Gawat! Jangan-jangan dia punya keahlian yang sama lagi kayak Edward Cullen. Bisa membaca pikiran orang lain. Ah, semoga aja aku seperti Bella deh. Yang pikirannya sama sekali nggak bisa dibaca sama Edward. Habis itu si bule satu ini frustasi dan dia penasaran sama aku. And then, dia ngejar-ngejar aku. And then, dia jatuh cinta sama aku. And thenIn your dream, beibeh!!!

“Oke.” Kata si bule akhirnya. Aku langsung lega.

“So, Mimi. Because you’re so late, that’s only you in this room who didn’t know about me. So, I just want to tell you my name and for the other else, you can ask with your friend. Oke!”

“It’s oke, Mr.”

“Oke, my name is Edward. But, you can call me with Ed. So, let’s continue the lesson…”

WHAT??? EDWARD???

***

Ooo… Jadi namanya Edward Robert (bukan Edward Cullen lho!). Tapi tampangnya emang mirip banget kayak yang meranin Edward Cullen di Twilight. Asli cakep banget. Dia juga masih muda. Umurnya baru dua puluh lima tahun. Dan dia asal Inggris (ketahuan sih dari aksennya). Dia udah dua tahun ini tinggal di Indonesia, tapi baru beberapa bulan ini pindah ke kota tempatku tinggal dan langsung mengajar di tempatku les ini.

Ed adalah lulusan Sastra Inggris universitas Oxford. Dia memang senang mengajar dan membagi ilmu yang dia punya pada orang lain. Ed juga senang travelling. Dan obsesi terbesarnya adalah mampir dari satu Negara ke Negara lain dan mengajar di Negara itu. Dan Indonesia beruntung sekali kedatangan seorang Ed yang cakep dan sangat senang mengajar. Soalnya Indonesia adalah Negara pertama yang menjadi target sasarannya.

Kenapa aku bisa tahu semua itu? Ya, jelas aja lah aku nanya sama teman sekelasku. Begitu pelajaran usai dan Ed keluar dari kelas, aku langsung mencegat salah satu temanku dan memberondonginya dengan berbagai macam pertanyaan tentang Ed yang ingin ketahui. Walaupun dengan tampang masam, temanku itu akhirnya mau juga membagi info tentang Ed. Tapi ujung-ujungnya aku kena semprot sama dia. Begini nih katanya, “makanya kalau mau tau lebih banyak, kamu harus datang tepat waktu!”. Hmmm, sok banget sih. Nggak pa-pa juga sih, yang penting aku udah tau banyak tentang Ed yang cakepnya nggak ketulungan itu. But, the question is: is he SINGLE or NOT?

***

“Aduh, udah deh, Mi. Coba deh sekaliii aja, kamu itu nggak ngebahas tentang Ed, Ed dan Ed. Bosan tahu nggak sih!”

Yang ngomel barusan adalah sahabatku, Rinda. Aku dan Rinda saat ini sedang berada di dalam sebuah toko pakaian di salah satu mall yang berada di kotaku. Dan sepertinya Rinda udah muak banget deh dengerin aku ngebahas tentang Ed aja dari tadi (bisa didengar dari omelannya dan bagaimana ekspresinya sekarang). Padahal Rinda sedang butuh bantuanku banget untuk milihin dia sebuah dress yang akan dipakainya di promnite yang diadakan di sekolahnya malam minggu nanti.

“Habisnya gimana ya, Rin. I think, I’m falling for him…” kataku memelas.

“Mau kamu falling kek, talling kek, calling kek, terserah! Tapi pliiis deh untuk saat ini bantu aku dulu untuk nemuin satuuu aja gaun yang cocok untuk kupakai malam minggu nanti!” mohon Rinda sambil menangkupkan kedua tangannya di hadapan wajahku.

Aku cemberut sama Rinda. Masa sih dia nggak ngerti kalau temannya yang satu ini lagi sengsara banget dibuat guru bahasa inggris-nya. Tapi aku jadi nggak tega juga neglihat tampangnya yang udah memelas banget minta tolong.

“Oke, oke. Aku nggak bakalan ngebahas Ed lagi untuk saat ini. Tapi janji ya selesai ini kamu bakalan nraktir aku makan es krim dan dengerin aku cerita tentang Ed. Oke!”

“Oke deh, beb!” jawab Rinda bersemangat.

***

Huffth… akhirnya selesai juga nemenin Rinda hunting dress promnite-nya. Hampir satu jam juga kita di toko baju itu aja. Bolak-balik ganti dress yang ini dengan yang itu sampai akhirnya nemuin yang pas banget untuk si Rinda. Aku rasa tuh Mbak yang jaga toko bakalan ngutuk kita berdua kalau seandainya kita nggak nemuin yang cocok buat Rinda dan pergi begitu aja dari tokonya. Untungnya kita nemu satu yang pas.

Dan sesuai janji, Rinda bakalan nraktir aku makan es krim di Fountain. Sambil nentengin belanjaannya Rinda, kita berdua jalan menuju Fountain. Hmmm… rasanya udah nggak sabar banget makan es krim favoritku sambil cerita tentang Ed.

Ngomong-ngomong soal Ed… itu kayaknya Ed deh. Saat ini mataku sedang tertuju pada satu sosok yang sedang duduk di meja paling sudut di Fountain. Setelah agak sedikit masuk ke dalam Fountain barulah aku bisa melihat sosok Ed dengan jelas. Ya, sosok itu memang Ed. Dan dia nggak sendirian. Dia sedang makan berdua dengan seorang cowok yang kayaknya adalah temannya.

Tadinya aku mau cegat Rinda supaya kita nggak jadi aja makan es krim di sini. Soalnya aku agak-agak malu gimana gitu sama Ed. Tapi si Rinda udah keburu masuk dan mengambil meja yang hanya berkelang satu dari mejanya Ed.

Aduh, Rinda… kenapa mesti duduk di situ sih? Dan gawatnya lagi…

“Mimi, ayok duduk!”

Suara Rinda itu bagaikan petir di siang bolong bagiku. Paling nggak si Ed yang tadinya sedang asik makan bareng temannya jadi menoleh melihat suara petir yang berasal dari mulut seorang Rinda.

Dengan wajah antara kesal dan malu aku pergi juga ke meja yang sudah diisi oleh Rinda.

Oh God, help me please! Jangan sampai apa yang kutakutkan terjadi.

“Hi, Mimi!”

Ups, betulkan. Akhirnya si bule pujaanku itu menyadari akan keberadaanku dan parahnya lagi dia menyapaku. Duh, buat jantung aku makin dag-dig-dug aja nih.

“Hi, Ed! How are you doing?” balasku.

Mendengar nama Ed keluar dari mulutku, kepala Rinda yang sedang memandang menu ditangannya langsung mendongak memandangku dan memandang pada orang yang kusapa dengan Ed tadi.

Bisa kutebak ekspresi Rinda udah persis banget kayak orang yang kesambar petir di siang bolong.

“Dia, E…”

Cepat-cepat kutendang kakinya.

“Awww! Kenapa sih?” tanyanya sambil meringis kesakitan.

Aku langsung kasih kode ke Rinda supaya dia pura-pura nggak tahu bahwa Ed yang tadi kuceritakan saat ini sedang duduk di meja yang jaraknya hanya kelang satu dengan meja kami. Untungnya si Rinda cepat tanggap dan sekarang dia malah cengar-cengir mamerin giginya yang kayak kuda.

“I’m fine. How about you?” kata Ed.

“I’m good.”

“And she is…” Ed mengarahkan pandangannya pada Rinda.

“She is Rinda. She’s my friend. And who’s that?” Tanyaku pada cowok yang sedang duduk bersamanya.

Cowok itu kelihatan sebaya dengannya. Mungkin dia teman Ed yang berasal dari inggris juga. Si cowok bule, temannya Ed, tersenyum padaku. Anehnya waktu aku bertanya siapa cowok itu wajah Ed tampak memerah. Hello, what happen with you, beib?

“Mimi, this is Jared. He’s my boyfriend.” Jawab Ed.

“Oh, your boyfr…” aku menghentikan kalimatku sendiri.

Boyfriend? Boyfriend apa nih maksudnya? Boyfriend dalam artian teman cowok atau…?

“What do you mean with boyfriend?” ceplosku dan langsung kusesali.

Ed menatapku heran. Aduh, mampus deh dia pasti ngira aku nanya yang macem-macem.

“He’s my boyfriend. You know, someone that I love. I’ve been with him for this two years. I met Jared in, Bali. And now we’re living together here. We’re in love.” Jelas Ed sambil melemparkan pandangan mesra pada Jared.

WHAT???

Disampingku, aku bisa melihat dari ekor mataku kalau Rinda sama terkejutnya dengan aku. Mulut dia bahkan lebih lebar nganga-nya daripada aku.

God, aku udah nggak tahan lagi. Segera kuambil hape-ku dari dalam saku celana jeans-ku dan langsung menempelkannya ke telingaku.

“Ya, Ma. Kenapa? Pulang? Iya, aku udah mau pulang kok. Ini juga udah mau jalan.” Dengan lemas aku menurunkan tanganku.

“Rin, mama barusan telepon. Aku disuruh pulang.” Kataku pada Rinda.

“Tapi, kita kan…”

“Sekarang!”

Aku langsung menarik lengan Rinda dari atas meja. Tapi sebelum aku meninggalkan tempat itu, (walaupun nggak tahan banget) kusempatkan dulu untuk pamitan pada Ed.

“Sorry, Ed. My Mum just phoned. She asked me to go home. So, I’m first. Enjoy your lunch!”

“Oh, oke. See you in class!” kata Ed riang.

Semoga saja, Ed. Aku bahkan nggak yakin bakalan masuk kelasmu lagi atau nggak. Kau telah mematahkan hatiku. Aku bodoh karena udah jatuh cinta pada orang yang salah. Dan kau, tanpa memedulikan perasaanku mengatakan bahwa cowok yang berada di sampingmu adalah orang yang kau cintai. Sejelas itu Ed? Tahukah kau bahwa ini Indonesia. Tahukah kau bahwa negaraku ini masih tabu untuk cinta terhadapa sesama jenis. Ah Ed, rasanya baru kemarin aku terlambat masuk ke kelasmu dan langsung kena sihir oleh ketampananmu itu. Tapi sekarang semua sihir cinta yang kau lancarkan padaku telah sirna dalam sekejap setelah tahu kenyataan itu. Goodbye, Ed!

Aku terus berjalan sambil tetap menarik lengan Rinda. Tanpa kusadari tanganku masih memegang hape yang menjadi modusku untuk kabur dari tempat itu tadi.

“Mi…” panggil Rinda.

“Ya…” jawabku lemah.

“Kamu nggak pa-pa?” Tanya Rinda, ada nada khawatir disuaranya.

“Nggak pa-pa. Memangnya aku kenapa?”

“Soal itu… eng… anu… itu lho, si…”

“Ed?”

Rinda menganggukkan kepalanya dengan takut-takut.

“Kenapa sama dia?” tanyaku.

“He is a…”

“Gay!” jawabku.

_thanks_

At home

Monday, October 25, 2010

9.43 PM

Minggu, 24 Oktober 2010

Suka banget sama Poker Face versi Glee yang satu ini ^-^

Pertama kali lihat video ini di Star World aku kira cewek yang nyanyi sama Rachel Berry (Lea Michele) di lagu ini kembarannya, eehh setelah nonton episodenya dan udah ngerti siapa cewek yang nyanyi bareng Rachel di video ini rupanya bukan kembarannya. Abisss mirip banget sih mukaknya Lea Michele sama Idina Menzel! Karena mirip itu lah si Idina ditawari untuk berperan sebagai ibu bilogisnya Rachel Berry dalam serial Glee ini. Dan ternyata lagu Poker Face yang mereka nyanyikan bersama ini uweeenak tenaan tuk didengar. Asli beda banget sama versi-nya si Lady Gaga. Yang dinyanyikan sama Lea dan Idina lebih slow dan cuman diiringi sama piano. Sumpaaah, sukaaak kali aku...

Ini dia videonya. Enjoy it, Guys!!!

F4 Taiwan...kenapa baru sekarang aku menyadari kalau kalian itu pernah ada!!!


Nggak tahu kenapa nih kok tiba-tiba aku pengen banget nonton drama Taiwan Meteor Garden. Saking pengennya nonton aku jadi kepengen beli DVD-nya. Untung nggak jadi. Soalnya teman aku ada yang punya kasetnya, jadi aku pinjem punya dia aja.

Niat awalnya cuman pengen ngebedain aja antara Meteor Garden sama Boys Before Flowers, eeehhh kok malah jadi kesengsem gitu yaaa sama ke-4 cowok-cowok Taiwan ini. Padahal dulu-dulu waktu F4 begitu hebohnya aku malah sama sekali nggak perduli. Dan sekaran nihg kalau misalnya ada yang nanya "Ada nggak sih di tahun 2010 ini yang belum pernah nonton Meteor Garden?" Pasti aku bakalan tunjuk tangan duluan :p Hahahaha, lucu lucu (geleng-geleng kepala).

Nggak perduli deh diejekkin sama temen-temen ato sepupu-sepupu aku yang lainnya. Biar deh mereka mau bilang tuh drama udah lapuk banget, yang pemainnya culun abis, yang gayanya jadul banget, yang pasti sekarang aku lagi sukaaaaa banget sama F4 Taiwan titik. Mo dibilang gilaaak, juga aku nggak perduli... Hahahaha

Ini aja aku lagi hobi banget ngumpulin foto-foto mereka dari google sama nengokin video mereka di Youtube.
Nggak cuman itu aja, gara-gara nontonin mereka aku sampe tebawa mimpi. Dalam mimpi nih ceritanya aku direbutin gitu sama mereka ber-4 :D

Ini ada beberapa foto yang aku cari di google dan aku save di memori PC aku...




Dan ini juga aku nemu video mereka lagi konser di Hong Kong tahun 2002... Aku sukaaaa banget lagunyaaa :p

Jumat, 22 Oktober 2010

My Top Five Favourite Male Actors

Kalau sebelumnya aku udah sharing siapa-siapa aja lima aktris yang menjadi favorit aku, nah sekarang giliran lima aktor favorit-ku yang bakal aku share di sini. So guys, enjoy it!

Here we go...

5. Vino G. Bastian

Pertama kali tahu cowok kelahiran Jakarta, 24 Maret 1982 ini waktu dia main dalam film 30 Hari Mencari Cinta. Perannya sebagai seorang Gay dalam film tersebut membuat sutradara film Hanung Bramantyo mengajaknya bermain di film Catatan Akhir Sekolah. Tapi peran yang berhasil melambungkan namanya di dunia seni peran adalah lewat aktingnya dalam film Realita Cinta Rock n Roll yang disutradarai oleh Upi Avianto. Sejak itulah image cowok slengean dan rock n roll melekat pada diri Vino. Dua kali bermain dalam film arahan Upi Avianto, Vino sepertinya menjadi langganan bermain dalam film Upi. Dua film lain yang dibintanginya adalah Radit dan Jani dan Serigala Terakhir. Cowok bernama lengkap Vino Galileo Bastian yang juga merupakan putra dari penulis cerita pencak silat Wiro Sableng ini berhasil meraih banyak penghargaan hasil dari akting-aktingya yang memukau. Diantaranya Best Actor untuk FFI, Best Actor, Favorite Actor dan Best Couple (Fahrani) untuk Indonesian Movie Awards. Akting terbaru Vino bisa dilihat dalam film Satu Jam Saja yang diproduseri oleh Rano Karno dan dibintanginya bersama Revalina S Temat dan Andhika Pratama.

4. Daniel Radcliffe dan Rupert Grint

Kedua cowok ini sudah lama jadi faforit aku sejak nonton akting mereka dalam film Harry Potter and The Sorcerer's Stone. Dalam film yang diproduksi tahun 2001 itu kedua aktor kelahiran Inggris ini bermain sebagai Harry Potter dan Ron Weasley. Diantara ribuan anak Inggris yang mengikuti casting kedua cowok ganteng inilah yang berhasil meraih peran penting dalam film yang diadaptasi dari novel karya JK. Rowling. Daniel yang berperan sebagai Harry Potter tentu saja menyedot perhatian banyak orang. Aktingnya sebagai anak yatim piatu yang juga merupakan pahlawan dalam dunia sihir sudah begitu melekat dalam dirinya. Begitu juga dengan Rupert yang kebagian peran sebagai sahabat kentalnya Harry, Ron Weasley, berhasil membangun karater Ron yang lucu.
Kedua cowok ini sudah dikontrak oleh Warner Bross untuk bermain dalam ketujuh film Harry Potter. Dan baru-baru ini mereka berdua baru saja selesai syuting untuk film terkahir seri Harry Potter yang dibuat menjadi dua versi. Versi pertama akan ditayangkan pada Nopember 2010 ini dan versi keduanya pada tahun 2011.
Selain bermain dalam film Harry Potter kedua cowok ini juga terlibat dalam film-film lainnya. Seperti Daniel yang bisa juga dilihat aktingnya dalam film December Boys. Cowok kelahiran Fulham, London, 23 Juli 1989 ini juga pernah terlibat dalam pementasan drama Equus. Dalam drama tersebut cowok bernama lengkap Daniel Jacob Radcliffe ini dituntut untuk berani beradegan tanpa busana. Dan keberaniannya untuk melakukan hal itu membuat kualitas akting Daniel semakin dipuji.
Rupert Alexander Llyod Grint juga pernah bermain dalam film Thunderpants, Driving Lesson, Cherry Bomb dan yang terbaru di tahun 2010 ini adalah Wild Target. Di ke-empat film tersebut cowok kelahiran 24 Agustus 1988 memainkan peran yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukannya untuk membuktikan bahwa dia juga bisa menjadi aktor yang mampu memainkan berbagai macam peran.

3. Kim Bum

Cowok bernama lengkap Kim Sang Bum kelahiran Korea Selatan, 7 Juli 1989 ini dikenal lewat perannya sebagai salah satu anggota F4 dalam drama Korea Boys Before Flowers, So Yi Jung. Lewat perannya itu cowok yang dijuluki The Killer Smile ini berhasil melelehkan jutaan hati cewek-cewek yang menonton aktingnya. Sebelum bermain dalam Boys Before Flowers Kim Bum sudah bermain dalam beberapa drama diantaranya Unstopable High Kick!, East of Eden. Dan setelah menunjukkan kemampuan aktingnya yang mengagumkan Kim Bum langsung banyak menerima peran untuk bermain dalam drama lain. Seperti Dream, Still Marry Me dan yang terbaru adalah Haru. Selain berakting Kim Bum juga banyak menerima tawaran menjadi model iklan. Dan tidak hanya mampu berakting, cowok yang mempunyai lesung pipi ini ternyata bisa bernyanyi. Itu dibuktikannya lewat sumbangan suaranya untuk Ost Boys Before Flowers yang berjudul I'm Going to Meet Her.

2. Shahrukh Khan

Shahrukh Khan adalah King Of Bollywood, King Khan dan The Badshah. Pria kelahiran India, 02 Nopember 1965 ini memulai debut aktingnya ketika dia masih duduk di bangku kuliah. Film perdananya adalah film Deewana (1992) yang berhasil membuatnya meraih penghargaan sebagai Best Debut Actor. Kemampuan akting Shahrukh membuat namanya menjadi nomor satu di Bollywood. Aktingnya sangat memukau dan menyentuh, diantaranya adalah Kuch-kuch Hota Hai, Swades, Om Shanti Om, Chak De India dan My Name is Khan. Ayah dari Aryan dan Suhana Khan ini juga menjadi aktor tetap bagi sutradara sekaligus sahabatnya, Karan Johar. Film-film Karan yang dibintangi oleh Shahrukh adalah Kuch-kuch Hota Hai, Kabhi Kushi Kabhi Gham, Kabhi Alvida Na Kehna dan My Name is Khan. Selain menjadi aktor, Shahrukh juga menjadi produser. Rumah produksi yang dinamainya Red Chillies Entertainment telah menghasilkan banyak film-film sukses seperti Main Hoon Na, Kaal, Paheli, Om Shanti Om, My Name is Khan dan yang terbaru adalah Ra. One. Saat ini Shahrukh sedang syuting untuk film Ra. One bersama Kareena Kapoor dan Don 2: The Chase begin bersama Priyanka Chopra, Lara Dutta dan Arjun Rampal.

1. Johnny Depp
Aktor yang satu ini terkenal lewat peran-perannya yang unik dan berbeda dari yang lain. Johnny Christoper Depp II selalu berani mengambil peran-peran yang membuatnya sangat berbeda dengan aktor-aktor lain. Lahir di Amerika, 9 Juni 1963 pria yang terkenal dengan gaya mess-nya ini memulai debut filmya dalam A Nightmare on Elm Street. Ayah dari dua anak ini juga sering bermain dalam film arahan sutaradara yang sekaligus sahabatnya, Tim Burton. Film-film tersebut diantaranya adalah Edward Scissorhands, Charlie and the Chocolate factory, Corpse Bride, Swenney Todd The Demon Barber, dan Alice in Wonderland. Johnny juga terkenal lewat perannya sebagai Captain Jack dalam trilogi Pirates Of Caribbean. Menjadi aktor yang unik dan berbeda membuat Johnny meraih banyak penghargaan, salah satunya adalah Best Actor Golden Globe Awards 2008 untuk aktingnya dalam Swenney Todd. Saat ini Johnny sibuk syuting untuk film ke-empat Pirates of Caribbean on Stranger Tides bersama Penelope Cruz, Rango bersama Isla Fisher, dan The Tourist bersama Angelina Jolie.


thanks ^_^

Rabu, 20 Oktober 2010

20.10.2010 Goodbye, Bewa!

11.09.2010
Masih bayi, lucu dan mungil.
11.09.2010
Dia dibawa ke rumah keluargaku.
11.09.2010
Dimasukkan ke dalam kotak sepatu yang dibolongin.
11.09.2010
Waktu di mobil bunyi krasak-krusuk terdengar dari kotak sepatu yang berisi dirinya.
11.09.2010
Sepanjang perjalanan pulang dengan diiringi bunyi krasak-krusuk aku dan keluarga berdiskusi mencarikannya sebuah nama yang lucu, unik dan sesuai untuknya.
Adikku bilang, "Waluyo aja! lucu..." Aku, "Boleh... Lucu juga :)"
11.09.2010
Sampai di rumah, ketika buka bagasi mobil aku langsung kaget dan berteriak, "Dad, liat si Waluyo keluar dari kotak! Dia berdiri di atas tas! Kayak mana ini? Aku nggak berani megangnya! Cepat, Dad, tangkap! Nanti dia terbang!"
Anehnya, melihat aku yang berteriak histeris dia masih tetap anteng bertengger di atas tas. Kepalanya agak miring dan mata mungilnya itu menatapku seakan-akan berkata, "tenang, aku tidak akan pergi!"
11.09.2010
Dad datang dan menangkap tubuh mungilnya. "Kita belum punya rumah untuk Waluyo. Numpang dulu lah di tempat tetangga. Besok baru kita carikan rumah buat dia." Kata Dad.

12.09.2010
Mum dan Dad pergi mencarikan sebuah rumah buat Waluyo.
12.09.2010
Sambil membereskan rumah aku dan adikku kembali berunding.
Aku : Kalau Waluyo aja kayaknya kedewasaan kali ya, Bang!
Adikku : Jadi...
Aku : (sambil berpikir) Dia kan masih bayi. Kayak mana kalau namanya "Bewa aja"! Singkatan dari Baby Waluyo. Dia kan masih bayi. Cocok kali tuh dikasih nama Bewa. Ya kan?
Adikku : (sambil tertawa) Baby Waluyo? Bewa? Entah apa-apa aja Kakak ini!
Aku : (mendelik) heh, lucu itu ya namanya. Pokoknya mulai sekarang namanya adalah BEWA. titik!
12.09.2010
Mum dan Dan pulang sambil membawa sebuah rumah kecil yang sederhana buat Bewa. Dad segera menjemput Bewa dan memasukkan Bewa ke rumah barunya. Begitu dimasukkan, dengan sayap kecilnya itu dia terbang kesana dan kemari mengelilingi rumah barunya. Cicitannya langsung ribut memenuhi rumahku seakan-akan ingin mengungkapkan, "terima kasih! Aku suka rumah ini!"
12.09.2010
Aku : Dad, aku udah carikan nama panggilan buat dia!
Dad : Apa?
Aku : Bewa (sambil tersenyum memandang Bewa terbang di rumahnya)
Dad : (mengernyit) kok Bewa?
Aku : Iya, Bewa itu singkatan dari Baby Waluyo. Soalnya dia kan masih Baby (bayi).
Sejak itu kami, aku dan keluargaku, memanggilnya Bewa.
12.09.2010
Bewa resmi menjadi anggota baru dalam keluarga kecilku :)
12.09.2010
Setiap kali dia ribut bercicit itu sebuah pertanda bahwa dia sedang lapar. Maka siapapun diantara kami yang merasa berisik dengan cicitannya akan segera menyuapkan makanan kemulutnya. Dan dengan cepat dia langsung mematuk-matuk sendok kayu kecil yang disuapkan kemulutnya.
12.09.2010
Bewa masih bayi jadi dia manja. Makanannya harus lembek persis seperti bayi pada umumnya. Kalau makanannya keras dia hanya diam menolak suapan disodorkan kepadanya.
12.09.2010
Sampai hari-hari berikutnya, rumah ini sudah terbiasa dengan kehadiran Bewa. Setiap pagi cicitannya yang ribut itu membangunkan kami seakan-akan dia adalah alarm hidup yang tidak perlu disetel lagi.
12.09.2010
Setiap pagi Mum yang merawatnya (karena kami harus pergi kuliah dan sekolah) mengeluarkannya, memandikannya dan membersihkan kandangnya.
12.09.2010
Setiap kali aku pulang kuliah dan adikku pulang sekolah maka cicitannya yang ribut itu akan menyambut kepulangan kami.

Memasuki bulan Oktober, aku merasa ada sesuatu yang aneh pada Bewa. Dia tidak lagi ribut seperti biasanya. Dia diam saja. Tidak lagi bercicit-cicit riang ketika minta makan. Memang pada saat itu dia sudah bisa makan sendiri. Tapi absennya suara Bewa membuat rumah menjadi sepi.

15.10.2010
Sepupuku datang ke rumah dan melihat Bewa, "tumben kok dia diam aja? biasanya ribut kali?". Aku, "entah, udah belakangan ini dia kayak gitu!". Sepupuku kembali berkata, "Ih, paruhnya bengkok lah. Coba tengok bentuk paruhnya aneh, mereng!". Aku, "ah, masa?" Lalu kuperhatikan paruhnya, ternyata benar. Paruh Bewa agak aneh. Ada apa sebenarnya dengan Bewa?

16.10.2010
Aku bangun tidur dan melihat Bewa. Kaget melihat kandangnya dirubungi semut merah yang besar. Lalu aku melihat ada satu semut yang berjalan menuju mata Bewa. Aku berteriak, "Awas. Bewa!". Bewa langsung menyingkirkan semut itu dari matanya menggunakan kakinya.
Adikku langsung bilang, "Kak, Bewa nggak dikeluari?" Aku, "Nggak usah lah!" Tapi dalam hati merasa aneh, kenapa kok bisa bersemut rumah Bewa ya?
16.10.2010
Beberapa jam kemudian aku kembali melihat kandang Bewa dan mataku langsung melotot begitu melihat tubuh Bewa sudah penuh dikerubungi semut. Bewa kelihatan gelisah sekali. Tubuh kecilnya itu meronta-ronta berusaha menyingkirkan semut-semut kecil yang jahat. Dengan panik aku langsung mengeluarkan rumahnya keluar. Aku ambil semprotan mandinya dan menyemprot-nyemprot tubuhnya untuk mengusir semut-semut itu. Aku pukul-pukul rumahnya supaya semut-semut itu berjatuhan. Setelah semua semut itu pergi, aku memandang Bewa dengan sedih. Napasnya tersengal-sengal, matanya tertutup, bulunya kelihatan kacau. Maafkan kakak, Bewa :(

17.10.2010
Dad mengeluarkan kandang Bewa keluar dan memeriksa tubuhnya.
Dad : (memasukkan tangannya ke dalam rumah Bewa dan mengambil tubuh kecilnya itu) Kenapa sih Bewa?
Bewa : (hanya mencicit lemah di dalam genggaman tangan Dad) *ini untuk pertama kalinya aku mendengar Bewa bersuara lagi*
Dad : (asik memeriksa tubuh Bewa)
Bewa : (tatapan matanya lemah, suara cicitannya juga melemah)

18.10.2010
Menurut Mum Bewa udah mulai bersuara lagi walaupun hanya sekadar cicitan lemah. Tapi dia nggak mau makan. Paruhnya juga terbuka terus. Setiap kali disuapin, Bewa nggak ada reaksi. Paruhnya tetap terbuka. Yang ada air liurnya yang menetes.

19.10.2010
Kondisi Bewa makin parah. Dia udah nggak bisa terbang lagi. Dia jarang bertengger di kayu paling atas di rumahnya. Dia cuman nonggok di bawah.
19.10.2010
Ketika aku sedang ambil makan, tiba-tiba Bewa mencicit lemah. Aku segera menghampiri rumahnya, dan dengan tatapan mata yang sangat sedih dia memandangku dari dalam rumahnya seakan-akan pandangan itu berkata, "tolonglah aku!". Aku berusaha menghibur Bewa, memetik-metikkan jariku dihadapannya dan menunggu reaksinya. Dia masih mencicit-cicit lemah.

20.10.2010
Waktu aku bangun tadi pagi aku langsung bertanya pada Mum yang udah duluan bangun.
Aku : Mum, Bewa kayak mana?"
Mum : Lagi tidur dia.
Aku : (merasa kurang yakin dan sudah ada firasat, langsung mendekati rumahnya) (dan betul, tubuh Bewa sudah tersungkur di dasar rumahnya) Ih, Mum. Bewa udah meninggal. Lihat lah! (kuangkat rumahnya dan menurunkannya ke bawah).
Mum : (sedih) Kayak mana dia nggak meninggal, orang udah beberapa hari ini dia nggak makan-makan.
Aku : Sedih kali aku...

20.10.2010
Mum mengubur tubuh kecil Bewa di halaman rumah kami. Tidak lupa dia menaburkan sedikit bunga di atasnya. Sebuah kayu kecil yang biasa jadi sendok makannya Bewa ditusuk di tanah yang tertanam tubuh Bewa. Mum juga menaburkan makanannya di atas tanah.

20.10.2010
Hanya satu bulan sepuluh hari Bewa bersama keluargaku.

20.10.2010
Semut-semut yang mengerubungi tubuhnya waktu itu mungkin sebuah pertanda.

20.10.2010
Cicitan lemahnya itu bukanlah pertanda bahwa dia akan sembuh. Tapi itu sebuah cicitan terakhir yang diperdengarkannya untuk kami. Sebuah salam perpisahan.

20.10.2010
Aku menulis ini untuk Bewa. Dengan rasa yang teramat sakit ditenggorokanku.

20.10.2010
Mungkin aku agak sedikit berlebihan. Tapi Bewa juga mahluk hidup yang kehadirannya pernah meramaikan isi rumahku.

20.10.2010
Bewa is my little cute baby bird.

20.10.2010
Goodbye, Bewa!

Selasa, 19 Oktober 2010

"Misteri Cinta"

Cinta, sebuah kata yang sederhana
Tapi maknanya sulit ditebak
Kadang orang dibuat bingung olehnya...

Cinta, sungguh indah dirasakan
Tapi ketika ia pergi
Ia akan menyisakan perih
Yang begitu dalam...

Cinta, tak mengenal siapapun
Tapi gila orang dibuatnya
Hal diluar kendali pun bisa dilakukan...

Cinta, tak ada yang tahu...
Apa itu cinta?
Mudah mengungkapkannya
Tapi sulit untuk diwujudkan...

Cinta, memang penuh misteri
Yang sulit untuk dipecahkan
Teka-tekinya membingungkan...

Hanya yang menciptakan cinta-lah
Yang tahu makna sesungguhnya...

Titam Hersih
Five years ago...

(Masih suka nggak nyadar kalau bisa buat puisi :p)

Minggu, 17 Oktober 2010

"Namanya juga..."

Oke, mungkin orang-orang bakal bilang kalau kerjaanku ini aneh atau aku sama sekali kurang kerjaan. Yaa... namanya juga lagi jatuh cinta. Kalau lagi jatuh cinta kan yang namanya aneh-aneh pasti nggak bakalan dianggap deh.

Awalnya...
Biasa aja, cuman kenal-kenal gitu doang, dan nggak disangka-sangka waktu kita lagi ngebahas-bahas soal di tempat les eh tiba-tiba dia pamitan pulang gitu sama aku. Aku yang nggak bisa diramahin sama orang (apalagi cowok) udah deh langsung kena love at the first Hello (ada ya istilah kayak gitu?).

Selanjutnya...
Gara-gara melihat sosoknya yang ternyata sangat ramah (dan nggak hanya ramah sama aku aja tetapi juga pada orang lain), aku merasa simpati padanya. Entah kenapa setiap kali bertemu (atau cuman ngelihat ujung hidungnya aja) aku udah langsung deg-degan. Langsung deh hati ini ketar-ketir? GAWAT!!!

Pengen tahu banyak tentang dirinya...
Aku langsung cari data dirinya melalui dunia maya, baik itu dari facebook ataupun twitter. Aku search namanya, ketemu dan langsung ku-add/follow. Tapi yang terpenting bagiku adalah infonya. Begitu dia ngonfirm aku, cepat-cepat ku-klik bagian infonya dan yeeee (aku bersorak, lompat-lompat, pakai jatuh segala) ternyata Relationship Status-nya adalah SINGLE!!!

Sejak itu...
Aku jadi hobi banget mantengin status facebook ataupun twit-annya di twitter (kurang kerjaan banget kan aku?). Walaupun statusnya nggak nampil di Home, aku bela-belain ngelihatin akun-nya supaya bisa tahu status apa yang dibuatnya, bacain komen-komennya, mandangin foto-fotonya, ataupun sekadar nge-cek Relationship Status-nya udah berubah apa belum (semoga aja belum dan kalau pun berubah Relationship-nya cuman boleh sama aku...hihihi).

Belakangan ini...
Aku sering nge-baca twit-nya di-timeline twitter-ku kalau dia pengen banget punya cewek. Hah? Dia kepengen banget punya cewek dan minta rekomendasi dari teman-temannya yang ada di twitter. Dia bilang dia bosan nge-jomblo. Gimana tuh ya? Seketika cemas melanda hati.

Dan akhirnya...
Apa yang kutakutkan terjadi juga. Baru aja aku nge-buka timeline twitterku dan muncul twit-nya yang berisi @sidia akhirnya aku menemukanmu @namacewekbarunya i love u!!!
Iuuuggghhh, menjijikkan.
Huaaaaaa!!! Aku nggak tahan lagi. Rasanya dadaku ini pengen meledak. Mataku udah panas. Mulutku mewek-mewek jelek. Maka pecahlah tangisanku T_T

Sedih...
Udah pasti. Ternyata kerjaanku selama ini sia-sia (mantengin status dia maksudnya). Harapanku menjadi ceweknya sekarang hanya tinggal kenangan. Hatiku miris melihat nama cewek barunya yang tertera di Relationship Status-nya. Padahal kemaren-kemaren aku ngimpi kalau suatu hari nama aku yang tertera di situ. Hiksss :'(

Menyesal...
Bangeeettt... Kalau dipikir-pikir aku juga sih yang salah. Berharap mendapatkan cintanya, tapi sama sekali nggak ada usaha yang kulakukan. Habisnya kalau mau bilang duluan kan gengsi. Yaa walaupun jaman udah emansipasi tapi tetap aja aku pengen dia yang menyatakan cintanya padaku bukan aku yang menyatakan cinta padanya. Tapi gimana dia mau tahu bagaimana perasaanku kalau aku sendiri nggak kasih sinyal-sinyal cinta pada dirinya :(

Sudahlah...
Lupakan saja. Mungkin dia belum jodohku. Tapi tetap aja aku nggak bisa terima. Hatiku sakit sekali rasanya. Bagaikan dipukul palu, hancur berkeping-keping. Well, aku nggak bisa begini aja. Aku harus bangkit. Aku harus lupakan dia segera. (Lagian cowok kan berserak di dunia ini!)

Caranya...
Remove dia dari daftar temanku di Facebook. Aku nggak mau kalau suatu saat pas aku lagi buka facebook nampak statusnya di-Home. Dan unfollow twitternya dari daftar following-ku. Tak sudi aku melihat twit-nya di timeline-ku yang pastinya berisi kata-kata cinta sama sang kekasih baru. (Semoga cara ini ampuh!)

Heran yaa sama aku? Awalnya aku yang nggak ada kerjaan mantengin Facebook atau pun Twitternya, sekarang malah aku yang nge-buang dirinya jauh-jauh. Hah? Aku kekanak-kanakkan? Terserah mau bilang apa! Namanya juga lagi patah hati... Mau dibilang aneh, aku tetap nggak perduli!!!

Sabtu, 16 Oktober 2010

"Replay-You Belong With Me"

Aggh! Rasanya kepalaku sakit sekali. Pandanganku kabur. Sepertinya aku pingsan dan cukup lama. Aku mencoba menggerakkan tubuhku, tapi sepertinya ada yang aneh dengan diriku. Setelah pandanganku fokus, baru kusadari ternyata saat ini aku sedang duduk terikat di sebuah kursi. Hah! Apa-apaan ini? Siapa yang berbuat seperti ini padaku? Dan dimana ini?
Aku memandang ke sekitarku. Bukankah ini rumahnya Gladys? Sekali lagi aku menoleh ke arah manapun yang bisa kulihat dengan keadaan duduk terikat seperti seorang sandera ini. Ya, aku tidak salah lagi. Ini adalah rumahnya Gladys. Tepatnya aku berada di ruang tengah rumahnya. Kenapa aku bisa berada di sini?
Aggh! Kepalaku sakit sekali rasanya. Aku mencoba mengingat, mengingat setiap kejadian yang kualami sebelum aku sampai di sini. Tapi susah sekali rasanya dengan kondisi seperti ini, aku tidak bisa mengingat apapun.
Kepalaku menoleh ke sana dan kemari mencoba menemukan sesuatu yang bisa membangkitkan memoriku. Mataku tertuju pada sesuatu yang menggantung di dinding. Itu adalah tempat tempelan catatan yang terbuat dari gabus. Yang menarik perhatianku adalah sebuah kartu besar yang sepertinya sebuah undangan yang ditempel tepat di tengah-tengah gabus itu. Aku mencoba menatapnya lekat-lekat. Aku merasa kartu undangan itu tidak asing bagiku. Ah…Kartu itu… Ah ya, kartu itu adalah kartu undangan pernikahanku.
Sesuatu tiba-tiba melintas dibenakku. Aku segera melempar pandanganku pada jam dinding, sekarang sudah jam empat sore. Dan seharusnya aku sudah menikah sekarang. Ya, seharusnya jam sembilan pagi tadi aku sudah melaksanakan pernikahanku.
Aku memejamkan mataku. Mencoba mengingat dan mengulang setiap kejadian yang kualami dari tadi pagi sampai aku bisa berada di sini. Karena aku yakin sekali aku masih berada di rumah tadi pagi.

Aku bangun tepat jam lima pagi. Tepatnya bangun dari tidur ayamku. Manusia mana yang bisa tidur tenang ketika waktu pernikahannya hanya tinggal beberapa jam lagi. Aku segera mandi dan melaksanakan sholat subuhku. Setelah itu, masih dengan pakaian rumah, aku menghapal setiap kata-kata yang akan kuucapkan di depan penghulu. Sampai suara ketukan terdengar dari pintu kamarku. Ibuku yang mengetuk pintu. Dia hanya mengingatkan bahwa sebaiknya aku bersiap-siap. Aku mengiyakannya dan segera berpakaian. Pakaian khusus akad nikah yang disiapkan oleh calon istriku, Chintya. Wanita itu lah yang selama tiga tahun ini selalu menemani hari-hariku. Dan akhirnya tiba juga hari dimana aku akan menjadikannya sebagai milikku seutuhnya. Walaupun Chintya tipe wanita yang keras, suka mengatur dan ingin-selalu-sempurna-dalam-segala-hal tapi aku sangat mencintainya. Aku bisa melihatnya sebagai wanita yang apa adanya, itu lah dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Tepat jam setengah delapan pagi aku keluar kamar dan bersama kedua orang tuaku kami berangkat ke masjid di dekat rumah Chintya. Di sanalah kami akan melangsungkan akad nikah. Ibuku mengajakku untuk naik mobil mereka saja. Tapi aku menolaknya. Aku bilang aku lebih nyaman untuk menyetir sendiri di saat aku sedang gugup. Maka aku pergi dengan menyetir mobilku sendiri. Ketika dalam perjalanan jarak mobilku dan kedua orang tuaku cukup jauh. Sepertinya mereka ketinggalan jauh di belakangku. Saat itulah dering hape-ku berbunyi. Di display tertera My Glad, sahabatku Gladys. Aku segera mengangkatnya.
“Ada apa, Glad?”
Tapi yang kudengar sebagai jawaban hanyalah suara Gladys sedang minta tolong. Aku bisa mendengar napasnya sedang tersengal-sengal, seperti habis berlari. Dan suara krasak-krusuk yang membuat aku tidak bisa mendengar jelas apa yang sedang terjadi dengan Glad saat itu. Lalu aku mendengar Glad dengan suara yang sangat ketakutan meminta tolong padaku, “tolong, Tom! Tolong aku. Aku takut!”
Seketika aku panik. Ada apa dengan Glad. Kenapa dia kedengaran takut sekali. Tetapi bagaimana aku bisa menolongnya. Sebentar lagi aku harus sampai di masjid. Apa aku masih punya waktu untuk menolong Glad? Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Jarum jam menunjukkan angka delapan. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum akad nikah.
“Kau dimana Glad?” tanyaku.
“Di rumah, Tom. Tolong aku!” mohonnya.
Aku memejamkan mata. Kondisi Glad sepertinya parah sekali. Aku tidak bisa membiarkannya. Baiklah, aku sudah memutuskan. Aku akan memutar arah menuju rumah Glad. Aku berharap waktuku cukup untuk menolong Glad. Kalaupun terlambat, aku harap Chintya akan mengerti. Dia kan tahu kalau Glad adalah sahabat satu-satunya yang kumiliki di dunia ini.
Aku segera memutar arah dan melajukan mobil ke rumah Glad. Kalau aku menaikkan kecepatan, dalam waktu lima belas menit aku bisa sampai di rumah Glad.
Aku menghentikan mobil di depan rumah Glad. Rumah Glad tampak tenang. Pagar rumahnya tertutup, tapi aku bisa melihat pintu rumahnya agak terbuka sedikit. Aku keluar dari mobil dan masuk ke halaman rumahnya. Sepelan mungkin aku melangkahkan kaki. Aku harus waspada terhadap apapun yang membuat Glad merasa takut. Mungkin ada sekelompok pencuri yang masuk ke rumahnya.
Aku menggeser pintu rumah Glad yang memang sudah terbuka sedikit. Ketika masuk keadaan kacau sudah menyambutku. Rumah Glad yang biasanya terlihat rapi, saat ini terlihat seperti habis kena gempa. Semua barang-barang Glad bertaburan di lantai. Aku melewati ruang tamu dan masuk ke ruang tengah. Di sanalah aku melihat Glad terikat di kursi dengan mulut di plester.
“Glad!” ucapku.“Apa yang terjadi denganmu?”
Aku segera menghampirinya. Tapi ketika berjalan aku bisa melihat mata Glad seperti mengisyaratkan sesuatu kepadaku. Matanya melotot, seolah-olah ingin menjelaskan ada sesuatu yang tidak beres dari arah belakangku. Aku mengerti maksud Glad dan tepat ketika aku akan menghadap ke belakang, sesuatu yang keras telah dipukul tepat di kepalaku. Tidak hanya sekali aku merasakannya, tapi berkali-kali sampai aku tidak ingat apa-apa lagi…

Ya, aku yakin seperti itulah yang kualami tadi. Aku pasti pingsan akibat pukulan bertubi-tubi itu. Tapi kenapa bisa aku yang diikat di sini? Kemana Glad? Jangan-jangan dia dibawa kabur lagi sama-sama pencuri-pencuri itu. Ah, segera kutepis jauh-jauh pikiran itu. Aku yakin Glad adalah wanita yang kuat. Dia tidak pernah mengeluh dalam keadaan apapun. Ya Tuhan, apakah Glad baik-baik saja saat ini? Aku sangat mengkhawatirkannya. Kalau terjadi apa-apa dengan Glad maka aku lah yang bersalah. Kalau saja aku lebih cepat datang kemari dan tidak begitu lemah menghadapi sekelompok orang jahat yang sudah mengganggu Glad. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini. Pasti saat ini aku sudah menikah dan Glad yang punya suara merdu itu pasti sudah bernyanyi di pesta pernikahanku. Semua kejadian ini membuatku teringat akan kenangan bersama Gladys, sahabatku.

***

Gladys. Pertama kali bertemu dengannya ketika kami harus duduk sebangku di SMP. Dimataku Gladys adalah tipe gadis kutu buku. Dia manis, berkacamata, suka mengepang rambutnya, tidak banyak bicara dan pintar. Berbeda denganku yang selengean, gaul, dan malas belajar. Awalnya aku agak risih dengan sifat pendiamnya itu. Kalau bukan aku duluan yang mengawali pembicaraan maka dia akan diam saja. Aku merasa seperti duduk dengan patung. Hampir satu bulan aku duduk dengannya. Dan selama satu bulan itu belum ada percakapan yang berlangsung lama antara kami berdua. Sampai akhirnya suatu hari aku berpura-pura sakit untuk mendapatkan perhatian darinya. Dan rencanaku berhasil. Aku berhasil menarik perhatiannya. Ternyata dia bisa juga banyak bicara. Berbagai macam bantuan dia tawarkan padaku saat itu. Karena aku tidak tahan mengerjainya akhirnya aku tertawa. Gladys pun menatapku heran saat itu. Pandangannya bertanya-tanya dan sedikit khawatir. Mungkin dia mengira aku menderita penyakit yang bisa membuat penderitanya tiba-tiba tertawa. Sumpah, ekspresinya sangat lucu waktu itu. Aku betul-betul tidak tahan. Sambil menahan sakit perutku aku berkata jujur padanya, “Hahaha… Kau lucu sekali. Tampangmu itu. Aku hanya berpura-pura Gladys, aku tidak sakit. Hahaha…”
Gladys agak kaget mendengar kata-kataku waktu itu. Ekspresinya tiba-tiba berubah, sulit ditebak. Seperti hampa. Aku yang merasa agak aneh dengan perubahan itu menghentikan tawaku. Sambil garuk-garuk kepala aku bertanya padanya, “Kau tidak suka ya, Gladys?”
Gladys masih diam. Dia hanya menatapku lama. Beberapa saat kemudian dia menunjukkan ekpresi sakit diwajahnya. Aku pun kaget. Aku langsung memberondonginya dengan pertanyaan, “kau kenapa Gladys? Apakah kau sakit? Katakan padaku apa yang sakit? Mungkin aku bisa menolongmu? Atau mungkin kau mau pulang?”
Sebagai jawabannya, Gladys malah tertawa terpingkal-pingkal. Hah? Aku kaget. Seorang Gladys yang pendiam bisa juga tertawa seperti itu.
“Kenapa? Apa ada yang salah?” tanyaku polos.
Pertanyaanku makin membuatnya tertawa. Setelah beberapa menit kemudian, aku baru menyadari ternyata Gladys sedang mengerjaiku seperti aku mengerjainya tadi. Akhirnya kami pun tertawa bersama-sama. Dan saat itu lah persahabatanku dimulai dengannya.
Semakin hari kami semakin dekat. Ternyata Gladys adalah gadis yang sangat menyenangkan. Karena itu lah aku memanggilnya Glad. Dia senang ketika aku memanggilnya Glad. Aku merasa spesial, katanya.
Persahabatan kami awalnya tidak berjalan dengan mulus. Banyak teman-teman sekelasku yang bilang kalau aku mau bersahabat dengan Glad hanya karena dia pintar. Dan aku hanya ingin memanfaatkannya saja. Tapi itu sama sekali tidak benar. Untuk memikirkan hal itu saja aku tidak pernah. Bagiku Glad adalah sahabat yang sangat baik. Karena dia baik padaku, aku pun juga berusaha untuk menjadi sahabat yang baik baginya. Maka kami pun menganggap omongan teman-teman adalah angin lalu. Kami tetap menjalani persahabatan ini.
Persahabatan kami terus berjalan mulus. Sampai di SMA pun kami masih tetap bersama-sama. Walaupun tidak selalu sekelas, tapi kemana-mana kami selalu berdua. Hingga gosip kami berpacaran pun terdengar di seluruh sekolah. Tapi kami cuek saja mendengarnya. Hubungan kami murni sebagai sahabat. Aku menyayangi Glad sebagai sahabat, begitu juga Glad kepadaku.
Sebagai sahabat ia selalu bersedia untuk mendengarkan ceritaku. Ketika aku pertama kali jatuh cinta, Glad lah orang pertama yang kuberitahu. Dan dengan senang hati dia selalu memberikan banyak saran dan masukkan kepadaku. Bahkan ketika aku harus menghadapi yang namanya putus cinta atau patah hati, masih Glad lah orang yang meghiburku.
Seiring berjalannya waktu kami terus tumbuh menjadi dua orang yang dewasa. Saat duduk di bangku kuliah. Aku bisa melihat Glad berubah menjadi sosok yang semakin dewasa. Dia juga semakin pintar. Tapi dia masih tetap Glad sahabatku. Dia masih selalu ada ketika aku membutuhkannya. Dia selalu ada untuk memperhatikanku. Bagiku Glad bagaikan seorang Ibu, Kakak dan juga seorang adik.
Fakta yang paling aku suka dan aku kagumi tentang Glad adalah bahwa dia memiliki suara yang sangat merdu. Dia memang hobi sekali bernyanyi. Aku ingat waktu You Belong With Me-nya Taylor Swift lagi nge-hits, lagu itu lah yang selalu didengar dan dinyanyikannya. Lagu itu selalu menjadi daftar nomor satu ketika kami berkaraoke. Lagu itu juga ada di MP4-nya, hape-nya, laptopnya, atau apapun itu yang bisa mengeluarkan musik maka lagu You Belong With Me itu selalu ada.
Hanya satu hal yang membuatku khawatir tentang Glad. Sampai detik ini dia belum juga mempunyai seorang kekasih. Beda denganku yang sudah berkali-kali punya pacar dan malah akan (seharusnya sudah) menikah. Oke, aku bisa terima alasannya yang dulu-dulu. Yang dia mau sekolah dulu lah, dia ingin meraih cita-citanya dulu lah, atau apa lah. Selalu saja ada alasannya. Tapi untuk wanita seusianya dan sudah termasuk dalam kategori matang, dua puluh lima tahun, sepertinya lucu sekali kalau alasan yang diutarakannya masih seperti itu. Aku yakin sesukses-suksesnya wanita dalam berkarier, mereka pasti ingin menikah juga. Hanya saja setiap kali aku mengungkit masalah pasangan, Glad selalu berusaha membelokkan pembicaraan. Bahkan tidak sekali aku menawarkan diri pada Glad untuk mencarikannya pasangan. Tapi tetap saja Glad tidak mau. Aku pun tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuknya.

***

Hah, rasanya sudah lama sekali aku berada di sini. Setelah kusadari ternyata Rumah Glad sudah kembali seperti sedia kala. Tidak seperti berjam-jam yang lalu ketika aku tiba di rumahnya. Rumah ini sudah rapi sekali. Segala macam barang terletak tepat di tempatnya. Hah, pintar sekali orang-orang jahat itu. Mereka sengaja merapikan barang-barangnya agar tidak ada yang curiga dengan apa yang terjadi di sini tadinya.
Dan aku masih tidak bisa berbuat apa-apa. Aku asli terperangkap. Ikatan ini kuat sekali, rasanya badanku ini hampir teriris oleh kuatnya tali yang terikat. Aku masih menggunakan pakaian pernikahanku. Pikiranku melayang ke Chintya. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya sekarang. Aku yakin dia pasti marah dan kecewa sekali padaku. Chintya, maafkan aku. Aku tidak tahu kalau hal ini akan terjadi.
Clekk!!!
Aku mengangkat kepala. Sepertinya aku mendengar suara kunci pintu yang dibuka. Aku menajamkan indera pendengaranku. Suara decitan pintu yang dibuka dapat kudengar. Ditutup dan dikunci kembali. Lalu suara kaki melangkah yang masuk ke dalam rumah. Jantungku berdegup mengikuti setiap suara langkah kaki itu. Siapa yang masuk? Apakah orang-orang jahat tadi? Dan…
“Gladys…” desahku.
Sosok Gladys muncul dihadapanku. Tiba-tiba rasa senang menyergap dadaku. Gladys kelihatan baik-baik saja. Berarti dia berhasil meloloskan diri dari orang-orang jahat itu.
“Glad, bagaimana… bagaimana kau bisa meloloskan diri?” tanyaku penuh semangat pada Gladys.
Gladys hanya tersenyum padaku. Senyum yang aneh menurutku. Senyum yang tidak pernah kulihat sebelumnya dari seorang Glad. Senyumnya agak sedikit mengerikan.
“Syukurlah Glad, kau tidak apa-apa. Aku kira kau disandera oleh orang-orang tadi yang mengacau di rumahmu,” kataku mencoba mengabaikan senyum anehnya itu.
Aku bisa melihat Glad kembali tersenyum. Dia berjalan ke arahku, aku tersenyum padanya. Aku sudah tidak tahan sekali dengan ikatan ini. Aku lega Glad akan segera melepaskan ikatan ini. Tapi Glad tidak menghampiriku, dia terus berjalan melewatiku. Aku agak kaget. Aku kira dia akan menghampiriku dan melepaskan ikatanku. Aku berusaha mengikuti kemana dia berjalan, tapi susah dengan posisi seperti ini. Yang dapat kudengar hanyalah suara air yang dituangkan ke gelas.
“Glad, bisa kah kau menolongku. Ikatan ini betul-betul menyakiti tubuhku.” Pintaku.
Tapi lagi-lagi Glad hanya diam. Dia mengeluarkan hape-nya dan setelah mengutak-atik sebentar, suara Taylor Swift menyanyikan You Belong With Me mengalun dari hape-nya. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dilakukannya. Aku hanya diam terpaku.
Aku masih diam ketika Taylor Swift habis menyanyikan lagunya. Dan Glad kembali mengutak-atik hape-nya. Lalu suara Taylor Swift kembali terdengar. Sampai di bagian lirik “Can’t you see that I’m the one who understands you… Been here all along so why can’t you see… You belong with me…”dia terus-terusan mengulangnya. Aku bisa melihatnya menekan-nekan tombol di hape-nya untuk me-replay lirik itu bolak-balik. Berkali-kali hingga aku tidak bisa menghitung lagi entah berapa kali dia sudah me-replay-nya.
Aku merasa ada yang aneh pada Glad saat ini. Dia tidak seperti Glad yang kukenal selama ini. Dia seperti asing bagiku. Glad yang ada dihadapanku saat ini sungguh misterius.
“Aku sungguh tidak mengerti ini semua, Glad.” Lirihku.
Glad kembali menyunggingkan senyum anehnya, “hah, kau masih tidak mengerti juga, Tom?”
“Ternyata kau bodoh, Tom. Bodoh sekali!” seru Glad, ekspresi frustasi terpancar di wajahnya.
“Ada apa sebenarnya denganmu, Glad? Kenapa kau tiba-tiba berubah?”
“Tidakkah… tidakkah kau sadar, Tom? Kenapa aku bisa seperti ini?” tanyanya ketus.
“Aku sungguh tidak mengerti, Glad. Tolong jelaskan kepadaku!” pintaku.
Glad tampak frustasi sekarang. Sungguh bukan seperti Glad yang aku kenal. Glad sekarang mondar-mandir dihadapanku. Matanya memancarkan rasa takut sekaligus amarah yang teramat sangat.
“Aku… aku… tidak bisa. Aku tidak bisa!” teriaknya tiba-tiba.
“Tidak bisa apa, Glad?” aku bertanya sabar.
Dia menoleh kepadaku. Aku bisa melihat air mata menetes di pipinya. Ada apa sebenarnya denganmu Glad?
“Aku tidak bisa… aku tidak bisa, Tom. Aku tidak bisa melihatmu menikah. Ya, kau tidak boleh menikah. Kau tidak boleh menikah, Tom.” Jawabnya.
Sumpah, aku kaget mendengar jawaban Glad barusan. Dia tidak bisa melihatku menikah? Apa maksudnya itu?
“Glad!” teriakku, “aku mohon setan apapun itu segeralah keluar dari tubuh Glad. Glad sahabatku tidak mungkin seperti ini!”
Glad tersenyum sinis, “Inilah aku yang sebenarnya, Tom!”
“Tapi kenapa, Glad?”
Glad menarik napas panjang sebentar lalu dengan perlahan dia berkata, “tidakkah kau mengerti kenapa selama ini aku tidak pernah mempunyai kekasih? Tidakkah kau mengerti kenapa aku selalu menolak setiap kali kau menawarkan seorang pasangan untukku? Tidakkah kau mengerti kenapa aku suka sekali lagu You Belong With Me? Tidakkah kau mengerti kenapa aku suka mengulang lirik itu? Bukankah aku yang selalu pertama tahu setiap kali kau jatuh cinta pada seorang wanita? Bukankah aku yang selalu menghiburmu ketika kau dicampakkan oleh wanita-wanita bodoh itu? Tidakkah kau bisa melihat bahwa hanya aku yang bisa mengerti dirimu, sekian lama Tom, tidakkah kau bisa melihatnya?”
Aku terpana mendengar semua yang keluar dari mulut Glad barusan. Glad, tidak… tidak mungkin dia…
“Ya, aku mencintaimu, Tom.” Lirihnya.
Glad menatapku lekat. Matanya memancarkan rasa cinta luar biasa yang baru kusadari saat ini.
“Sejak kapan Glad?”
“Sejak pertama kali bertemu denganmu,”
‘Tapi kenapa kau tidak pernah bilang?”
“Karena kau selalu berbicara tentang wanita lain, Tom. Aku tahu kau hanya menganggapku sebagai sahabatmu.”
Aku memejamkan mataku. Selama itu kah Glad sudah mencintaiku. Tapi kenapa aku tidak pernah menyadarinya.
“Glad, terima kasih sudah mencintaiku. Tapi itu sudah terlambat sekarang. Aku akan menikah dengan Chintya. Aku akan menjadi milik orang lain.”
“Sudah kubilangkan, kalau kau tidak bisa menikah dengan wanita itu, Tom!” bentaknya.
“Tidak. Aku akan menikah dengan Chintya. Aku mencintainya!” teriakku tak kalah keras darinya.
“Sudah terlambat, Tom, pernikahanmu sudah resmi dibatalkan. Tadi aku jalan-jalan sebentar ke masjid tempat kau akan melaksanakan akad nikah. Semuanya serba kacau. Wanita tolol itu menangis. Keluarganya kecewa, begitupun dengan kedua orang tuamu. Lalu aku datang, datang untuk memberitahu mereka bahwa kau sengaja tidak datang ke pernikahanmu sendiri karena kau memang tidak ingin pernah menikahi wanita itu. Mereka semua marah, tentu saja. Agak sedikit terjadi keributan tadi. Tapi yang terpenting adalah pernikahamu sudah dibatalkan. Wanita itu sangat kecewa sekali. Dasar bodoh!”
Aku merasakan darahku mendidih mendengar penjelasan Glad. Glad sungguh keterlaluan.
“Kau gila, Glad, GILA!!!” teriakku.
“Aku memang Gila, Tom. Gila karena dirimu!”
“Kau bukan sahabatku mulai detik ini, Glad. Aku sungguh tidak mengenalmu!”
“Oh ya, aku memang bukan sahabatmu lagi, Tom. Tapi mulai detik ini aku adalah kekasihmu.”
“Ciiihhh!!! Tak sudi aku menjadi kekasih wanita gila sepertimu!”
“Tapi kau tidak bisa kemana-mana, Tom. Kau sudah berada dalam genggamanku sekarang!”
“Lepaskan aku, wanita gila! Lepaskan aku sekarang juga!” aku meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
Tapi si wanita gila itu malah memeluk tubuhku seerat-eratnya.
“Kau tidak bisa kemana-mana, Tom, kau sudah menjadi milikku sekarang!” ucapnya pelan.
Lalu dengan suara yang lembut dia bernyanyi di telingaku, “Can’t you see that I’m the one who understands you… Been here all along so why can’t you see… You belong with me…”.
Terus seperti itu. Berkali-kali…

_Sekian_

At home
Saturday, October 16, 2010
11.40 PM